Archive for Oktober 2010
Lebih Kuat dari Mati
I
Akhirnya, aku memang percaya, jika antara sakit dan mati tak ada hubungannya. Dengan kata lain, ada orang yang sakit, bahkan yang parah sekalipun, tetapi tak mati-mati. Dan sebaliknya, ada yang kelihatannya sehat, segar dan lincah, tetapi tiba-tiba kleplek-kleplek mati. Mati tanpa pesan. Tanpa amanat. Apalagi tanpa tanda-tanda awal yang dapat dibaca oleh yang ada di sekitarnya. Tanda-tanda awal yang bergerak seperti kelebat burung gagak di malam hari. Kelebat bagi siapa saja yang akan dijemput oleh mati.
Jadinya, segalanya seperti memang alamiah. Dan sepertinya memang sudah digariskan dari sono-nya. Tak ada yang bisa menerka. Apalagi meramalkan. Karenanya, terus terang, aku lebih percaya jika urusan mati ya urusan mati sendiri. Dan sakit ya urusan sakit sendiri. Dan meski ada yang bilang: ”Jika sakit adalah bagian dari pembuka jalan bagi mati, aku tetap saja merasa itu bukan hal yang benar. Tapi hal yang kebetulan benar saja. Jadi bisa benar bisa tidak.”
Banun
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Laila: Tarian Pengorbanan
Dua ”bodyguard” mengantarku, satu bertugas merangkap supir. Badan mereka besar-besar. Dari ototnya terlihat bahwa mereka adalah orang-orang terlatih untuk menjagaku. Mereka mengantarku ke sebuah hotel mewah berbintang 5.
“Kamar 462. Doakan aku selamat, ya…,” bisikku lirih. Salah satu dari bodyguard itu menatapku. Sorot matanya sulit kumengerti. Aku tak tahu apa yang ada di dalam hatinya, tetapi di balik wajah garangnya, kulihat kedamaian.
”Hati-hati,” katanya singkat saat melepasku. Pistol tersembunyi di balik celananya yang tertutup kantong besar. Aku tersenyum padanya sebelum berlalu. Rahadian.
Kunang-kunang dalam Bir
Di kafe itu, ia meneguk kenangan. Ini gelas bir ketiga, desahnya, seakan itu kenangan terakhir yang bakal direguknya. Hidup, barangkali, memang seperti segelas bir dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi, benarkah ini memang gelas terakhir, jika ia sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima. Itulah yang menggelisahkannya, karena ia tahu segalanya tak pernah lagi sama. Segalanya tak lagi sama, seperti ketika ia menciumnya pertama kali dulu.
Dulu, ketika dia masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda. Dengan rambut tergerai hingga di atas buah dada. Saat itu ia yakin: ia tak mungkin bisa bahagia tanpa dia. ”Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku….” Kata-kata itu kini terasa lebih sendu dari lagu yang dilantunkan penyanyi itu. I just called to say I love you….
Para Pembongkar Kuburan Massal
Malam demikian pekat, hujan begitu lebat ketika kami mendengar suara ayunan benda tajam yang menancap pada entah apa. Banyak yang menyangka itu berasal dari ladang Pak Runci, satu-satunya juru kunci kuburan massal di wilayah kami.
Malam yang gulita hanya bisa ditembus pandangan mata beberapa depa, sementara tumpahan hujan yang tercurah mengaburkan pendengaran penduduk—bahkan bagi yang tinggalnya terdekat dengan kuburan massal itu.
Ada yang mengira, yang terayun adalah mata cangkul yang menancap di tanah yang gembur, yang di baliknya teronggok umbi jalar atau ubi singkong. Ada yang menyangka, yang terayun adalah bilah celurit atau kelewang yang membabat batang jagung yang semakin ranum. Banyak—termasuk keluarga kami—yang sama-sama menafsirkan bahwa Pak Runci yang sudah berhari-hari sakit itu tak lagi kuat menahan lapar; dan jagung atau ubi atau umbi itu hendak diganjalkan ke dalam perutnya yang mungkin meronta pada malam yang begitu pekat dan hujan yang demikian lebat.