Posts Tagged ‘Reda Gaudiamo’
Bayi
Begitu pintu mobil terbuka, suara itu langsung menyergap telinga. Dan itu aku katakan padamu.
Suara? Suara apa?” katamu sambil mengangkat kepala tinggi-tinggi, mencoba menemukan suara yang kumaksud.
Aku berkeras, memaksamu mendengar, tapi sekali lagi kau bilang, kau tak dengar apa-apa. Lalu kita masuk rumah. Menyalakan lampu. Mandi. Duduk di ruang tamu. Berhadapan. Diam. Aku tetap mendengar suara itu. Melengking.
Anak Ibu
1978
“Berapa?”
“Lima setengah.”
“Lima?”
“Lima setengah, Bu.”
“Lima setengah ya lima!”
“Tapi bisa jadi enam, Bu.”
“Siapa bilang? Kalau lima koma delapan atau sembilan bisa dibulatkan ke atas. Tapi lima setengah, tetap lima! Lima!”
“…”
Cik Giok
Jangan lupa kirim tiket buat Cik Giok biar bisa ke Jakarta, lalu di pelabuhan. Jangan lupa baju buat Cik Giok.
Di rapat persiapan perkawinanku, mengapa Pa justru sibuk mengurusi Cik Giok? Mengapa Cik Giok begitu penting, mengalahkan aku, anak tunggal yang akan kawin? Lebih hebat lagi, setiap kali Pa bersuara, Ma, yang biasanya tidak pernah rela menerima usul apa pun dari Pa, diam. Emak, yang selalu mendukung semua kehendak Ma, bisu.
Cik Giok sudah lama tinggal bersama kami. Malah sejak aku belum lahir. Kalau mengikuti urutan keluarga, aku harus memanggilnya A’i—bibi—Giok. Karena kata Pa, Cik Giok itu anak angkat Emak—nenekku. Tetapi karena semua memanggilnya Cik Giok, aku mengikut saja. Dan tak seorang pun merasa keberatan dan punya niat memperbaiki kesalahan itu.
Emak dan orangtua Cik Giok tinggal sekampung, di Pontianak. Pa bilang, orangtua Cik Giok kurang mampu. Hidup mereka susah, apalagi dengan jumlah anak yang banyak. Waktu Cik Giok lahir—ia anak terakhir dari 11 bersaudara—hingga umur setahun, ibunya sakit-sakitan. Supaya anak dan ibu selamat, Cik Giok ditawarkan kepada Emak untuk diambil anak. Emak mau.