Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Hening di Ujung Senja

with 61 comments


Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?

“Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.

“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”

“Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.

Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”

“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.

Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.

Dalam kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta, berbisik padaku, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”

“Oh, Tuhan,” kataku kepada diriku sendiri. Kami lahir dalam tahun yang sama. Sebelum segala sesuatu rencana terwujud, usia telah ditelan waktu! Giliranku? bisikku pada diriku.

***

Rendi selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.

Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.

Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.

Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.

Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.

Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.

***

Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.

Lusiana baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.

Besok akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.

Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia renta, ia menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa. Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.

Hening di atas nisannya. Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.

Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga. Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam tugasnya yang rutin, membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti. Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia, menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat mengesankan ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.

Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan:

Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.

Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan sebelum waktunya. Suaminya meninggal dalam usia ke-67 saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.

Ibu Maria meninggal mendadak.

***

Aku baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78. Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh. Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….

Dan tadi pagi, aku teringat. Usia menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ, aku bertanya-tanya kepada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?

Aku tepekur.

Hening di ujung senja.

Written by tukang kliping

15 Juli 2012 pada 13:51

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

61 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. terima kasih atas kirimannya. oya, jadwal anda padat ya… kok baru dikirim?

    mebumi

    13 Agustus 2012 at 18:00

    • Ceritanya bagus, banyak mengandung pelajaran

      Naia Kurnia

      24 Juli 2017 at 21:11

  2. ekspektasi saya dari judul berbeda dengan isi yang disampaikan..
    tadinya sempat merasa aneh, tapi setelah dilanjut baca mulai mengerti..
    hening di ujung senja seperti penyesalan? pantas dipikir mulai sekarang.

    Ryzkiesomnia

    14 Agustus 2012 at 13:08

  3. aku merasa ternyuh ketika membaca bait terakhir dari cerpen penuh arti ini,

    Ibnu.R

    14 Agustus 2012 at 17:42

  4. Selamat

    Omo

    15 Agustus 2012 at 12:23

  5. Bau klise, tapi frontal ketika lanjut dibaca. Seperti biasa, kompas selalu memuat cerpen seperti ini, cerpen dengan distorsi nasionalis di dalamnya

    pena usang

    29 Agustus 2012 at 14:05

  6. Tidak istimewa, mungkin karena aku tak paham maksudnya, wahiha

    HeruLS

    6 September 2012 at 20:16

  7. Mgkin kta akn mgalami hal it kelak, dmana kematian jauh dri keluarga krna disaat usia senja kta sbuk dgn rutinitas sndri bhkan kurng komunikasi dgn sanak saudara.
    Cerpen ini cukup bgus, mengajak kta untk memikirkan esok saat ajal mulai mendkat, dmana saat kta mati ada keluarga yg mendampingi mengurusi dan memberi penghormatan terakhr kpd kta, wlau tak dipinta.

    Nar

    7 September 2012 at 11:25

  8. cerepn yang kurang mengandung inpirasi bagi pembaca,,,,
    isinya dengan judul kurang mewadahi,,,, sehingga pembaca kurang adanya rasa greget.
    tapi baguslah berkarya lebih kreatif lagi.

    EdySC

    7 September 2012 at 19:40

  9. cerpn yang kurang mengandung inpirasi bagi pembaca,,,,
    isinya dengan judul kurang mewadahi,,,, sehingga pembaca kurang adanya rasa greget.
    tapi baguslah berkarya lebih kreatif lagi.

    EdySC

    7 September 2012 at 19:41

  10. Cerpen yang bagus

    Mita

    9 September 2012 at 21:09

    • bagus

      annisaa septianitaa

      12 September 2012 at 16:37

  11. mengingat waktu-waktu kematian teman-teman sebaya,seprti halnya saat kita diabsen oleh guru di kelas, terkadang ada rasa dag dig dung ketika kita harus maju dan mempertanggung jawabkan hasil PR kita, itulah gambaran usia senja yang dilukiskan penulis dalam cerpen ini. analisis abal-abal, he

    hida

    23 September 2012 at 21:30

  12. Pesan cerpen ini jelas yaitu kepada siapa saja yang merasa bahwa usia telah senja, untuk ingat dan harus tahu apa yang harus dibuat, pernah aku membayangkan kalau nanti sudah tua dan pensiun ingin hidup disuatu tempat yang sepi dan tenang entah dimana tempat itu ada, atau mungkin dalam bahasa cerpen ini adalah suatu tempat yang hening dan damai,meski aku tak tahu apakah ada tempat seperti itu. Yang jelas cerpen ini memberikan kesadaran baru bagi orang yang sudah usia senja paling tidak seperti pertanyaan dalam akhir cerpen ini

    “….. aku bertanya-tanya pada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?”

    menjelang usia senja jangan lagi terlalu terpesona dengan kehidupan dunia, apa lagi tenggelam dalam pekerjaan dan sulit meninggalkannya, karena hidup di dunia ini ada batasnya, mungkin 67, 64, 61 tahun dan dan mungkin juga kurang dari itu. Jangan terlalu tenggelan dalam kehidupan dunia dengan atas nama karir, seperti Lusiana yang demi karir dan demi kehidupan dunia lupa kodratnya, lupa kawin sehingga tanpa keturunan, hasilnya menumpuk harta selama didunia seperti tergambarkan dalam cerpen ini:

    “…. Karir tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepaskanya dalam kesunyian.
    Hening diatas nisanya. Burungpun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya”

    Substansi cerpen ini adalah kita patut bersyukur bisa menikmati kehidupan dunia ini sampai diusia senja tapi tidak boleh lupa bahwa ada kehidupan lain yang telah menunggu kita, dan itu memerlukan kesadaran kita bahwa kita ini adalah Makhluk-NYA.

    eko wahyu

    14 Oktober 2012 at 08:47

  13. ya,dan akupun tepekur…

    iie

    18 Oktober 2012 at 23:10

  14. […] […]

    murdiana80

    23 Oktober 2012 at 17:06

  15. sperti ctatan harian. Tapi bagus. Sebuah pembukaan cerita yang bagus, menarik dan bikin penasaran. mengajak kita untuk ingat mati, dan bekal apa yang akan kita bawa menghadap tuhan. Sangat membangun, tapi sayang hanya berupa catatan2 yang sma.

    jaenuri ari

    24 Oktober 2012 at 11:21

  16. awalnya agak memosankan, tapi akhirnya mulai bisa dipahami, dan endingnya luar biasa, sarat mkana, selamat 🙂

    Nanda Najih Habibil Afif

    25 Desember 2012 at 11:53

  17. bagus banget

    Vergilia Agam S

    9 Januari 2013 at 19:03

  18. a reminder…..riiiiiiing….:)

    Anara Prima Diamona

    17 Januari 2013 at 11:19

  19. dari cara menulis.mendengar.menghayati.melihat kandungan isi dari cerpen.tpi alsankku knpa aku selalu teringat dengan masa lalu aku dengan seseorang yg pernah aku hibur dengan lantun dan tutur lembut aku merasa tlah menetralisiskn dalam membahas sebuah karya cerpen sendiri…?

    shobry thobyyy

    2 Maret 2013 at 21:42

  20. bagus banget cerpennya tetang usia. terasa banget rasa sepinya. semoga di usia senja seseorang bisa semakin mengenal sang kholik.

    wiwiek afifah

    27 Maret 2013 at 12:24

  21. kalimatnya pendek2.. hehe… maknanya dalem sih sebenernya.. tp kurang ngena sih buat gw.. personal sih

    penghuni bumi

    13 April 2013 at 20:50

  22. Rendi selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.

    Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.

    Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.

    Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.

    Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.

    Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.

    DUNIA WANITA

    23 April 2013 at 21:05

  23. Menarik, hidup dihari tua dengan segala permasalahannya. Yang pasti kematian semakin dekat menanti

    Yofa Ariesta

    6 Mei 2013 at 18:07

  24. cerpen yang bagus. bahasanya simple dan mudah dipahami. saya penasaran apa yang akan disampaikan pada setiap akhir bagian (* ke *). dan bagian akhir itu vukup bagus. intinya tentang kematian. kemudian cerpen ditutup dgn nasib si aku.
    pelajaran berharga yg bisa dipetik agar kita mengingat kematian dan meninggalkan jejak yg berguna bagi penerus kita.

    Nair al Saif

    13 Mei 2013 at 17:19

  25. biasa aja….

    ibunya mada

    1 Juni 2013 at 11:49

    • aku tidak mengerti maksud cerpen ini.
      bahasanya terlalu tinggi, sehingga membuatku bingung.

      Apantuh

      17 November 2022 at 07:52

  26. walau tokohnya sudah tua,tapi ceritanya memang lumayan bagus,kok!

    Chrestella Grace Putri

    2 Juni 2013 at 16:46

  27. Bersama senja
    tiktok

    Dolpin

    24 Juli 2013 at 04:49

  28. kemudian hening 😀

    Jual sepatu online

    24 Juli 2013 at 14:41

  29. ini.baru.keren.

    punta

    30 Juli 2013 at 03:19

  30. Amazing!!! Tapi bukan sepiderman loh

    Ramdani

    20 Agustus 2013 at 19:19

  31. kemaren baca… sekrang baca kasih tag. besok giliran aku lah yang dipajang

    choux 19

    24 Agustus 2013 at 09:17

  32. izin ya makai cerpennya buat tugas UTS..
    makasihh

    ichdaadyhda

    16 Oktober 2013 at 13:26

  33. Usia senja memang rentan dengan kesepian.ketimbang berpikir berbagai penyesalan dan kepahitan.baiknya sing singkan lengan berbuat kebajikan dan perbanyak rasa syukur di sisa usia tsb.sehingga perasaan akan ringan menyambut kematian yang semakin dekat…

    anynomous

    5 November 2013 at 14:44

  34. bagus gan artikelnyaaaa. mantep banget

    perkofashion

    10 Desember 2013 at 06:23

  35. […] dengan 37 komentar […]

  36. Seperti orang tua sekarang. Setiap hari selalu mendapat berita tentang sahabat dan kerabat yang meninggal. bertanya-tanya kapan gilirannya.

  37. Subhanalloh, maut –

    Mkd Aan's

    21 Februari 2014 at 16:53

  38. boleh minta biografi penulis cerpen ini gak ???

  39. Subhanallah, yah bgitulah kehidupan begulir silih berganti, tak terasa semakin lama ajal semakin mendekat, dan pada akhirnya kita sampai pada titik yang telah d’gariskan oleh TUHAN sperti yg disampaikan dalam cerpen ini

    Rhizmall Saputra

    2 April 2014 at 14:22

  40. Terhenyak

    Shanaz Ar.

    9 April 2014 at 08:13

  41. PROMO BESAR-BESARAN OLIVIACLUB 100%….!!!!
    promo oliviaclub kali ini adalah promo deposit akan mendapatkan bonus chip sebesar nilai deposit yang disetorkan
    jadi untuk para pecinta poker oliviaclub yang sudah lama mendaftar ataupun yang baru melakukan register.. akan bisa mengikuti promo ini…

    SYARAT DAN KETENTUAN
    1.pemain dapat mengklaim bonus promo melalui live chat kami
    2.pemain yang mengikuti promo tidak akan bisa melakukan WD sebelum turnover/fee/pajak belum mencapai 30 x lipat dari angka deposit.
    3.minimal deposit untuk promo ini adalah Rp.50.000
    maximal deposit adalah Rp.200.000
    apabila ada pemain yang melakukan deposit diatas 200rb rupiah..
    hanya 200rb yang akan di hitung untuk mendapatkan bonus
    promo ini
    4. apabila pemain melakukan deposit sebanyak 50rb akan
    mendapatkan bonus 50rb.. dan apabila chip habis dan melakukan
    deposit 50rb lagi maka harus menunggu selama 6 jam terlebih
    dahulu sebelum dapat mengklaim bonus 100% dari
    angkadeposit..
    batas maksimal klaim bonus tetap max deposit 200rb per hari
    5. klaim bonus promo berlaku 1×12 jam..
    para pemain diharuskan mengklaim bonus sebelum bermain..jika
    ada pemain yang melakukan deposit dan bermain..
    baru setelah bermain mengklaim bonus..maka tidak akan dilayani
    6.PROMO OLIVIACLUB ini dapat berakhir sewaktu waktu tanpa
    pemberitahuan terlebih dahulu
    7.keputusan pihak OLIVIACLUB tidak dapat diganggu gugat dan
    mutlak

    CARA MENGKLAIM BONUS PROMO :
    1.setelah melakukan register dan deposit maka pemain harus melakukan login dan masuk ke menu memo,tulis subjek klaim voucher promo
    2.admin OLIVIACLUB akan segera membalas memo anda dan
    memberikan kode voucher.
    3.setelah menerima kode voucher silakan menuju menu deposit
    isi kan formulir deposit sebagaimana anda biasa melakukan deposit.
    setelah itu pada kolom keterangan di menu deposit silakan anda tuliskan kode voucher yang telah diberikan
    4.silakan gunakan jasa live chat kami untuk membantu anda dalam mengklaim bonus PROMO OLIVIACLUB

    WARNING….!!!!!
    apabila pemain belum melakukan deposit dan mencoba untuk mengklaim bonus.. maka id akan kami blokir/delete secara permanen.
    transfer chip tidak di perbolehkan dan akan di tindak tegas

    regallia soh

    11 Juli 2014 at 01:57

  42. keren gwh ska ma cerpen nih bgs bigithhh

    jerprizkila

    21 Agustus 2014 at 08:10

  43. Terima kasih atas infonya …
    Salam kenal …
    jangan lupa kunjungin balik ya …

    vingkitatawarna

    30 Agustus 2014 at 02:02

  44. ini karya siapa

    hafizatunnika

    10 April 2015 at 16:17

  45. keren 🙂

    Endang Astuti

    21 Desember 2015 at 09:58

  46. Bro, Aku minta alamat Email. Biar, aku kirim sastraku…

    Fabby M. Pigome

    28 Januari 2016 at 02:48

  47. pesannya nyampe banget, mengisi waktu dengan amal baik sebelum jemputan tiba

    setyo adhi

    9 September 2016 at 22:09

  48. Bagus sekali cerpenx.. Nilainya moralx dapat banget

    Mahatriani iswari

    12 April 2018 at 16:53

  49. amanat dalam cerpen disampaikan begitu apik. berharap bisa buat cerpen bagus seperti ini.

    Demita bunga

    21 Mei 2018 at 22:11

  50. Siapa nama pengarang cerpen ini

    Suci ramadani

    31 Oktober 2019 at 16:25

    • Yang Mana Yang benar nih gak paham saya

      Suci ramadani

      31 Oktober 2019 at 16:28

  51. […] with 51 comments […]

    Arsip

    2 Februari 2020 at 09:42

  52. Temukan nilai nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen tersebut

    Cinda septiana Safitri

    28 September 2022 at 13:33

  53. […] with 60 comments […]


Tinggalkan komentar