Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for Desember 2009

Kisah Siti Nurjannah

with 4 comments

Setiap kali melewati Rumah Tahanan Militer (RTM) di Jalan Budi Utomo, aku terkenang kepada dua perempuan, Sobar memulai kisahnya. Perempuan pertama adalah Farida, yang kunikahi ketika berusia 24 tahun. Perempuan kedua bernama Siti Nurjannah. Dia adalah makhluk yang tidak kasatmata dan selalu berbau wangi. Aku bersua dengannya ketika ditahan di RTM. Mata kedua perempuan rupawan itu dapat menyihir para pria hingga tergila-gila, atau mabuk kepayang, lanjut Sobar.

Kau mengada-ada! Kau ’ngarang, ya?” Aku memenggal kisah Sobar. ”Apa maksudmu dengan, Siti Nurjannah adalah makhluk yang tidak kasatmata?” tanyaku heran. Sobar memang muncul tiba-tiba. Dia bagai orang bunian datang di rumah tua, di desa kelahiranku, tempatku sembunyi. Dia tersipu. Saat itu bulan Desember yang berhujan lebat. Matahari senja memerahkan cakrawala di kawasan barat, ketika lelaki yang lama menghilang itu datang. Sekujur tubuhnya basah kuyup. Pakaian dari bahan dril abu-abu yang membungkus badan mantan tapol kurus itu, lepek, kusut, dan dekil.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

27 Desember 2009 at 06:14

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Kaki yang Terhormat

with 13 comments

Menurut Anda, bagian tubuh manakah yang paling penting? Saya yakin, tak mudah untuk langsung menjawab. Tetapi, bila hal itu ditanyakan kepada nenek saya, serta-merta ia akan bilang, ”Kaki!” seraya mengangkat sebelah kaki, dengan telunjuk menukik lurus ke bawah, dalam hitungan yang tak mencapai detik.

Bila ada peribahasa berkata pelihara lidah, berjalan pelihara kaki, maka Anda boleh yakin, hanya penggal terakhirlah yang penting bagi nenek saya. Sementara untuk penggal pertama, ia akan menyergah, ”Lidah?! Mestinya pelihara ludah!” seraya mengulum menciutkan bibir, lantas mendorong dengan pipi kempotnya. Meludah. Merah, sirih bercampur sedah.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

20 Desember 2009 at 06:07

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Nima

with 20 comments

Sobri bersiul. Jari-jari tangannya yang kasar terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Arni. Gadis berusia enam tahun itu sesekali tertawa cekikikan. Kadang terdengar teriaknya, ”Jangan keras-keras, Pak!” Sobri tertawa. Kadang menggelitik ketiak bocah itu. Setelah selesai menjelajahi seluruh tubuh anak itu dengan sabun di tangannya, Sobri menyambar gayung dan menyendok air di bak mandi lalu mengguyur tubuh bocah itu. Arni berjingkrak- jingkrak seperti tengah bermain lompat tali. Mengusir rasa dingin. Dengan handuk yang baru dicuci, Sobri serta-merta menyergap wajah bocah itu. Arni gelagapan. Sobri memindahkan balutan handuk itu ke tubuh bocah itu. Lalu memapahnya keluar dari kamar mandi. ”Seger kan?” katanya kepada gadis itu.

Betul hari ini Makku pulang, Pak?” gadis itu bertanya kepada ayahnya ketika Sobri dengan telaten menyeka sisa-sisa air dari tubuhnya.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

13 Desember 2009 at 21:10

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

15 Hari Bulan

with 21 comments

Di usia yang sudah condong ke barat—begitu Uwak Bandi menggelar masa tuanya—tak ada lagi angan-angan untuk kaya. Menunaikan rukun Islam kelima adalah mutiara keinginannya sebelum ruhnya diraut maut. Uwak Bandi mengerti, seperti kata kebanyakan orang, kaya itu titi utama menuju Tanah Suci. Namun, ia masih percaya, hasratnya akan terkabul dengan niat yang terus mengepul. Tentu ia sadar, niat tersebut harus ditopang kerja keras dan doa. Soal biaya? Ah, bukankah rezeki seumpama teka-teki, sulit-sulit mudah untuk diselidiki?

Banyak orang yang dinilai tak berharta, tapi lulus pergi haji. Uwak Bandi ingin masuk dalam golongan tersebut. Tak kaya, tak mengapa. Tapi, pantang baginya memiskinkan cita-cita. Asal jangan cita-cita yang disusupi cela, titah hatinya. Jangan pula sampai terjangkit penyakit riya: berlomba naik haji biar diseru kaya raya! Andai boleh memilih, ia rela dituding miskin sebelum maupun sepulang dari Mekkah.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

6 Desember 2009 at 09:22

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with