Posts Tagged ‘Veven Sp Wardhana’
Para Pembongkar Kuburan Massal
Malam demikian pekat, hujan begitu lebat ketika kami mendengar suara ayunan benda tajam yang menancap pada entah apa. Banyak yang menyangka itu berasal dari ladang Pak Runci, satu-satunya juru kunci kuburan massal di wilayah kami.
Malam yang gulita hanya bisa ditembus pandangan mata beberapa depa, sementara tumpahan hujan yang tercurah mengaburkan pendengaran penduduk—bahkan bagi yang tinggalnya terdekat dengan kuburan massal itu.
Ada yang mengira, yang terayun adalah mata cangkul yang menancap di tanah yang gembur, yang di baliknya teronggok umbi jalar atau ubi singkong. Ada yang menyangka, yang terayun adalah bilah celurit atau kelewang yang membabat batang jagung yang semakin ranum. Banyak—termasuk keluarga kami—yang sama-sama menafsirkan bahwa Pak Runci yang sudah berhari-hari sakit itu tak lagi kuat menahan lapar; dan jagung atau ubi atau umbi itu hendak diganjalkan ke dalam perutnya yang mungkin meronta pada malam yang begitu pekat dan hujan yang demikian lebat.
Perempuan yang Keramas Sebelum Tidur
Keinginan perempuan itu makin kuat untuk merendamkan diri dalam bathtub justru ketika suaminya mengingatkan agar dia tidak mengeramasi rambutnya karena hari sudah malam.
Keramas malam-malam tak bagus untuk kesehatan,” kata suaminya.
“Oya?” celetuk perempuan itu datar ala kadarnya. Perempuan itu merasa senang atas peringatan suaminya. Berarti suaminya memerhatikannya. Memerhatikan kesehatannya.
“Ya. Gara-gara sering mandi malam, suami teman sekantorku kena paru-paru basah,” kata suaminya menjelaskan.
“Ooo, kan dia mandi malam. Bukan keramas,” pancing perempuan itu. Peringatan suaminya dia maknai sebagai bentuk perhatian yang memang membuat hatinya berkembang-kembang.
“Lha, mandi saja kena paru-paru basah, apalagi keramas. Kan kulit kepala lebih rentan dibanding badan,” kata suaminya masih membeberkan.
Dari Mana Datangnya Mata
dari mana datangnya lintah
dari sawah turun ke kali
“Lintah itu ada dalam matanya. Lintah itu bukan menggerogoti matanya, tapi lintah itu bersarang dalam matanya. Dalam matanya yang teramat dalam. Lintah itu melata turun dan menggerus hati. Hatiku dia lumatkan. Hatiku terhisap dalam dekapnya. Aku tahu, lintah itu makhluk penghisap-termasuk menghisap darah-tapi hisapan matanya sama sekali tidak membuatku luka. Aku jadi lumpuh, memang, tapi sedotannya penuh pesona dan aku kena pukau karenanya.”