Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for September 2009

Nyekar

with 15 comments

Nyekar

Pagi itu aku keluar dari kamar hotel. Aku menguap. Aku masih setengah mengantuk. Aku jalan pagi di kota kecil itu. Kutemukan sebuah tata kota lama khas Jawa, sebuah alun-alun di depan tempat kediaman resmi bupati, masjid tua di baratnya dalam cahaya redup sisa lampu, gereja tua di timurnya hampir tertutup rimbun pohon. Semua merupakan lambang raja-raja zaman dulu, kantor pemerintah daerah di selatannya merupakan lambang kompeni yang sekarang digantikan orang-orang yang pernah dijajahnya. Kurasa bangunan tua di pojok itu peninggalan Belanda dijadikan gardu listrik masih bangunan asli tulisan huruf Jawa masih tergurat di dindingnya. Aku menguap lagi. Aku masih setengah mengantuk. Mana rumah Jenderal Ahmad Yani, lalu rumah Jenderal Oerip Soemohardjo teman seperjuangan Jenderal Soedirman, yang mana rumah mereka? Untuk apa, hanya untuk tahu dan melihat saja, tak ada yang bisa kutanya. Tak seorang tampak menyertai jalan pagiku, kecuali kicau burung beterbangan di antara ranting pohon di sepanjang jalan. Aku masuk ke dalam berjalan di atas rumput. Basah embun kurasakan di telapak kaki.

Pagar beton mengelilingi dua batang pohon beringin di bagian tengah lapangan luas itu. Kudapatkan celah dari jeruji besi di atas bangunan tembok beton pagar, kuintip ke dalam ke batang pohon beringin, ada dua pancang tulisan nama pohon, Ki Soeryo Putro batang pohon di sebelahnya Ki Dewo Atmodjo. Kau harus masuk ke dalam kalau kau mau melihat namanya. Kalau kau melihat dari trotoar saja, kau hanya melihat rimbun pohon dan untaian akar udaranya seperti janggut kakek tua.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

27 September 2009 at 10:14

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Penari Hujan

with 15 comments

PenariHujan”Aku akan selalu ingat kamu saat hujan.”
”Kenapa?”
”Karena kita sering menari bersama hujan.”
”Hanya itu alasanmu?”
”Bukan, karena kamu perempuan hujan.”
”Maksudmu?”
”Hujan dan kamu adalah cintaku…”

Lelaki itu datang dari kabut di satu sore yang mendung. Di antara detik suara gerimis dan leleh keringat yang bercampur dengan sengau napas yang mengeluarkan asap seperti naga yang kelelahan. Lelaki itu menyimpan mata yang aneh. Mata yang selalu murung meski urat-urat di sekitar mulutnya tertarik ke atas untuk mengukir sepenggal tawa. Mata itu membutuhkan kemampuan ekstra jenius untuk mengurai satu per satu sel-sel makna di dalamnya. Aku melihat Siwa sedang tidak menari di mata itu. Mata yang marah. Mata yang diam. Mata itu membutuhkan istirahat dari pertanyaan.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

13 September 2009 at 10:25

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Lelaki dari Neraka

with 14 comments

Lelaki dari Neraka

Tiba-tiba saja lelaki itu menyeruak masuk lagi ke dalam hidupku. Suara baritonnya di ujung telepon pagi ini membuatku sesak napas sekaligus membuyarkan hari yang semestinya lapang dan ringan ini.

Kami berjumpa pada sebuah malam yang panas dua puluh lima tahun lalu. Berdiri di atas podium dengan dagu agak terangkat, ia memperkenalkan dirinya dalam rentetan suara berat dengan kalimat-kalimat yang ringan dan dingin. Seorang pemimpin aktivis mahasiswa terkemuka, datang dari sebuah universitas besar di Ibu Kota. Namanya menjulang, kerap disebut dengan hormat oleh para demonstran mahasiswa hingga ke banyak pulau yang jauh.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

6 September 2009 at 11:08

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with