Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for Juni 2007

Kursi Empuk di Dada Sumarti

with one comment

Ketika kaum kerabat, handai tolan, kenalan, dan tetangga satu per satu meninggalkan rumah duka, tahulah Sumarti bahwa ia akan sendirian. Sumarti akan menjalani sisa hidupnya seorang diri. Ditemani pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan penjaga malam. Itu pun sepanjang Sumarti mampu membayar mereka setiap bulan.

Sesekali putri, menantu, dan cucunya akan datang berkunjung.

“Nuwun sewu…,” terdengar suara pembantu Sumarti.

Sumarti menoleh.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

24 Juni 2007 at 14:07

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Sinai

with 4 comments

Sinai melintas di depanku. Ia terlihat menawan hari ini. Tubuhnya beraroma wangi chamomile dan apricot. Rambutnya dikepang dua. Mantel panjang warna coklat tua membungkus tubuh semampainya dari dinginnya malam. Parasnya yang bulat tampak berias. Mata gemintangnya dibingkai warna ungu pucat. Maskara melentikkan bulu matanya yang panjang. Bibir tipisnya berulas warna shocking pink berkilat tersapu lipgloss. Ia sangat siap untuk tampil di depan umum. Oya, ini Jumat malam. Sudah pasti ia akan pergi ke kelab malam. Menggoyangkan tubuh indahnya di tengah desakan manusia yang berpeluh.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

17 Juni 2007 at 14:09

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Cinta di Atas Perahu Cadik

with 7 comments

Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.

Para nelayan memang hanya tahu perahu. Bulan sabit mereka hubungkan dengan perahu, gugusan bintang mereka hubung-hubungkan dengan cadik penyeimbang perahu, seolah-olah angkasa raya adalah ruang pelayaran bagi perahu-perahu seperti yang mereka miliki, bahkan atap rumah-rumah mereka dibuat seperti ujung-ujung perahu. Tentu, bagaimana mungkin kehidupan para nelayan dilepaskan dari perahu?

Hayati masih terus menuruni tebing setengah berlari dengan pikulan air pada bahunya. Kakinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat, melangkah di atas batu-batu hitam berlumut tanpa pernah terpeleset sama sekali, sekaligus bagaikan terlapis karet atau plastik alas sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga ketika menapak di atas batu-batu karang yang tajam tiada berperi.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

10 Juni 2007 at 14:11

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Tiurmaida

with 4 comments

Amang oi! Kontan ia melonjak setengah berteriak. Induk jarinya pecah bercucur darah. Sambil menggendong tangan kirinya yang kebas, ia bergegas turun ke bawah. Mencari daun pagapaga untuk dikunyah, sesegera mungkin dilumurkan ke jarinya yang terbelah. Biasanya, pagapaga yang sudah bercampur ludah itu ampuh menyumpal luka yang merekah. Nian berhenti pula semburan darah. Tinggal menanggungkan denyutnya saja, seperti menahankan desakan puluhan jarum yang datang bergelombang menusuk ulu luka. Tentu perihnya yang meletup-letup itu akan mengombang-ambingkan tidurnya malam ini.

“Istirahatlah kau dulu!” Boru Pohan memberi anjuran.

“Iya, nanti tambah parah pulak luka kakak,” ujar Togu sambil mengelebatkan martil ke bongkahan batu.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

3 Juni 2007 at 14:14

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with