Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for September 2005

Kalau Lelaki Itu Pulang…

with one comment

Jika lelaki itu pulang ke kota kami, tidak akan dilihatnya lagi kakak duduk termenung di muka jendela, memandang gunung ataupun kejauhan tiada batas. Paman Jafar telah membawa kakak ke Pakanbaru bulan lalu dan ibu melepasnya dengan lega berurai air mata. ”Elok-elok di sana,” pesan ibu. ”Paman dan bibi akan menjagamu. Kau akan dimasukkan kerja. Engkau akan mengajar lagi nanti, Nak. Kau senang dapat mengajar lagi, bukan?”

Kakak diam saja. Hanya memandang. Lurus. Kosong, jauh. Lebih-lebih kalau duduk depan jendela. Angin kadang memburai-burai rambutnya sampai masai, namun kakak bergeming. Matanya terus menerawang ke cakrawala. Wajahnya tambah putih, kian lesi. Tidak jarang air matanya merambat sepanjang pipi. ”Kakak! Kakak!” adik-adik mengimbau, berlari mendekati, memeluk, serta menarik-narik tangannya. Kakak tak hirau.

Tetapi ibu terus bicara. Ibu bilang kami juga harus sering bicara dengan kakak, menyeru namanya. ”Tapi kakak diam saja,” kata adik-adik. ”Seperti tak mendengar.”

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

25 September 2005 at 09:45

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Cik Giok

with one comment

Jangan lupa kirim tiket buat Cik Giok biar bisa ke Jakarta, lalu di pelabuhan. Jangan lupa baju buat Cik Giok.

Di rapat persiapan perkawinanku, mengapa Pa justru sibuk mengurusi Cik Giok? Mengapa Cik Giok begitu penting, mengalahkan aku, anak tunggal yang akan kawin? Lebih hebat lagi, setiap kali Pa bersuara, Ma, yang biasanya tidak pernah rela menerima usul apa pun dari Pa, diam. Emak, yang selalu mendukung semua kehendak Ma, bisu.

Cik Giok sudah lama tinggal bersama kami. Malah sejak aku belum lahir. Kalau mengikuti urutan keluarga, aku harus memanggilnya A’i—bibi—Giok. Karena kata Pa, Cik Giok itu anak angkat Emak—nenekku. Tetapi karena semua memanggilnya Cik Giok, aku mengikut saja. Dan tak seorang pun merasa keberatan dan punya niat memperbaiki kesalahan itu.

Emak dan orangtua Cik Giok tinggal sekampung, di Pontianak. Pa bilang, orangtua Cik Giok kurang mampu. Hidup mereka susah, apalagi dengan jumlah anak yang banyak. Waktu Cik Giok lahir—ia anak terakhir dari 11 bersaudara—hingga umur setahun, ibunya sakit-sakitan. Supaya anak dan ibu selamat, Cik Giok ditawarkan kepada Emak untuk diambil anak. Emak mau.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

18 September 2005 at 09:47

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Gelombang yang Berlabuh

with 4 comments

Lempeng tektonik adalah batuan pegunungan yang padat, besar, dan kaku melakukan proses pembentukan corak topografi yang besar di muka Bumi. Bumi yang tampak padat ini sebenarnya terdiri dari beberapa lempeng tektonik membalut planet Bumi layaknya cangkang telur rebus yang merekah. Lempeng-lempeng tektonik ini secara berkesinambungan bergerak tanpa henti, mengalami proses perusakan dan pembangunan secara silih berganti, mendorong, menggilas, saling menindih.

Gerakan tunjaman dalam jarak waktu 200 tahun mencapai klimaksnya dan mendapat reaksi dari lempeng yang ditunjam. Itulah yang terjadi pada Minggu, 26 Desember 2004, pukul 07:58:53 di ujung Pulau Sumatera, tempat di mana dua lempeng tektonik bertemu, di dasar kerak samudra. Patahan (sesar) naik ditambah dengan kemungkinan gerakan bukaan atau rekahan lantai samudra menimbulkan gempa berkekuatan 9 skala Richter. Lantai samudra yang patah menyebabkan kestabilan air laut terganggu secara vertikal maupun horizontal. Serapan ruang kosong yang tercipta menyurutkan air di pantai. Kedua lempeng tektonik yang bergeser dalam prosesnya menyesuaikan keberadaannya kembali. Air samudra yang masuk ke dalam celah disemburkan kembali saat ruang menutup. Terciptalah gelombang besar setinggi puluhan meter menuju pantai, secepat pesawat B747, di saat orang masih banyak terlelap setelah melewatkan malam Minggu yang panjang.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

11 September 2005 at 09:48

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with