Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for Juli 2005

Surat Undangan

with one comment

Sekitar jam empat sore mereka mengetuk pintu. Istriku yang menyambutnya. Suara seorang laki-laki aku dengar menanyakan apakah aku ada di rumah. Kudengar juga suara istriku mengatakan, ya aku ada di rumah. Dan suara berikutnya, istriku menyilakan tamu tersebut duduk, sementara istri memberitahukan kedatangannya kepadaku.

Aku pun keluar kamar. Orang yang tak kukenal sudah duduk dan melemparkan senyum kepadaku. Ternyata ia ditemani oleh Pak Marjan, seorang ketua RT dari wilayah yang berbeda. Ketua RT tersebut dikenal sebagai kepala keamanan di tingkat rukun warga. Pak Memet, ketua RT di wilayahku, juga ikut. Tapi ia tidak berbicara.

”Saya mengantarkan karena takut keliru,” kata Pak Marjan.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

24 Juli 2005 at 10:06

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Bocah-bocah Berseragam Biru Laut

with 2 comments

Aku seperti kupu-kupu di ruang ini. Kupu-kupu dengan sayap yang butut dan rapuh. Kupu-kupu yang kadang kala berlagak bisa terbang jauh. Seekor kupu-kupu yang berharap bisa mendekati fakta tetapi malah terperangkap di kaca jendela. Lingsut, lelah, dan menggelepar di sana. Mungkin selamanya.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

17 Juli 2005 at 10:07

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Rokok Mbah Gimun

with 2 comments

Ke mana-mana Mbah Gimun selalu tampak dengan rokok lintingan, yang terus menempel di antara dua bibirnya yang tebal dan hitam. Rokok itu sangat besar dan hanya terbuat dari tembakau kasar dengan kertas lintingan yang juga kasar. Mbah Gimun tidak pernah tampak mengisap rokok yang ada di mulutnya itu. Rokok itu hanya dibiarkannya di sana dan terbakar begitu saja sampai habis di salah satu sisinya. Di sisi yang lain, tembakau dan kertas lintingan itu hanya hangus dengan warna hitam. Hingga bagian yang terbakar itu, selalu bengkok dengan bentuk yang sangat tidak beraturan.

Sambil tetap membiarkan rokok lintingan mengepul di mulutnya, Mbah Gimun mengiris helaian daun kelapa satu demi satu. Helaian itu terkulai begitu terpisah dari lidinya. Lidi yang kekar dia serut beberapa kali dengan pisaunya, hingga tampak putih dan halus. Kalau bibirnya mulai merasakan panas api rokoknya, atau kalau kepulan asap itu mulai mengganggu mata dan hidungnya, maka dia pun berhenti sejenak, membuang puntung yang masih menyala itu ke mana saja, lalu melinting lagi dan menyalakannya dengan bara api. Setelah itu dia kembali mengiris helaian daun kelapa, sampai lidinya terkumpul cukup banyak untuk diikat menjadi sapu.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

10 Juli 2005 at 10:09

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Anak-anak Peluru

with 2 comments

(1)

Anakku,

Mengharapkan kepulanganmu sama saja dengan mengharap abu dari tungku-tungku pembakaran yang tak pernah menyala! Tapi, entah kenapa masih saja ibu bersetia menyia-nyiakan waktu menunggumu. Masih saja sesak dada ibu karena denyut rindu. Masih saja jemari tangan ibu hendak menulis surat untukmu, meski kau tak pernah lagi membalasnya. Ya, masih saja terkenang tentang sekeping waktu saat bayi laki-laki menyembul dari rahim ibu. Terkenang pula saat ngeyak dan rengekmu memecah sunyi di ujung malam. Saat itu, ibu tersentak bangun dan bergegas mengelus-elus kepala culunmu, hingga kau terlelap pulas dalam dekapan ibu.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

3 Juli 2005 at 10:10

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with