Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for November 2004

Roti Tawar

with 8 comments

Setangkup roti tawar yang tersaji di meja makan menampakkan lelehan pasta selai kacang. Itu kombinasi yang paling kugemari. Meskipun ada pilihan lain, seperti selai nenas, stroberi, atau keju lembut.

Dalam seminggu aku sarapan roti tawar sedikitnya empat hari. Bahkan sesekali aku membawanya ke kantor dalam kotak makanan yang terbuat dari plastik. Pada pukul sepuluh, saat perut belum sepenuhnya lapar, biasanya aku tergoda untuk membuka bekal dan menggigit roti tawar itu dengan perasaan iseng.

“Boleh minta separuh?” suatu saat Nila memergoki.

Aku memotong bagian yang tak tersentuh gigiku. “Suka selai kacang?”

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

28 November 2004 at 09:05

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Persahabatan Sunyi

with 3 comments

Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

21 November 2004 at 09:06

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Emas Sebesar Kuda

leave a comment »

“Lai1), Mis?!” Sabe meneriakkan tanya sehabis menyelam ke arah Simis yang juga baru muncul. Terus mengibas-kibaskan rambut seleher seperti itik baru keluar dari air.

Simis tak peduli. Dia kembali membenamkan tubuh ke dalam Batang Sukam. Sambil mengatupkan mulut untuk menahan napas, lelaki berdegap itu menyalangkan mata, memerhatikan serpihan pasir yang masih bersisa di atas batu layah. Dengan mimik optimis, dikipas-kipasnya serpihan pasir menggunakan tangan kiri.

Sabe menggerutap menjejak tepi sungai. Menyeka telapak tangan dengan handuk lusuh, kekumuhan handuk hijau itu berbanding terbalik dengan kejernihan air Batang Sukam. Tapi dia tak peduli malah mengalihkan perhatian dengan melinting tembakau ke dalam daun enau.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

7 November 2004 at 09:09

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with