Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Archive for Juli 2003

Hari Baik

with 5 comments

Pendeta itu ringkih dan renta, jalannya perlahan, terbungkuk-bungkuk, kadang beberapa langkah ia berhenti mengatur napas, mempererat genggaman tongkatnya agar tumpuan lebih kuat, sebelum tubuh sanggup berayun lagi ke depan. Sekujur kulitnya keriput, tapi matanya bercahaya, wajahnya berwibawa. Jika ia datang di tempat upacara dan orang tergopoh-gopoh memapahnya, ia selalu menolak dengan menggerak- gerakkan kepala sembari tersenyum. Orang-orang pun berhenti terpaku mencakupkan kedua tangan di depan dada, kadang ada yang bersimpuh mencium lututnya, menyerahkan hormat dengan takjub. Pendeta kemudian mengusap-usap kepala orang itu, begitu sejuk menyiram ubun-ubun.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

27 Juli 2003 at 12:19

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Tabik dari Tini

with 3 comments

Ibu saya baru saja menebar bunga kembang telon di kuburan Tini yang sudah tidak jelas pusaranya. Kelopak-kelopak bunga mawar, kenanga dan kembang gading dengan pasti ditaburkan, dan dengan elok dikomposisikan. Bunga merah dikumpulkan merah, bunga kuning dikumpulkan kuning. Indah. Padahal tadinya, Ibu ragu-ragu, apakah benar itu kuburan Tini yang ia cari. Karena kompleks pemakaman kecil di dusun Kebalen di kecamatan Rogojampi itu sudah lama tidak terurus. Beberapa belas tahun silam konon tanahnya pernah ambles, dan berusaha diuruk lagi. Bahkan kabarnya, sudah terjadi penumpukan jenazah di kuburan yang sama, karena banyak orang yang meninggal tak menemukan tempat pemakaman baru.

Kabar kepastian tempat makam Tini datang beberapa tahun lalu. Kepastian ini berawal ketika ada dealer sepeda motor dari Surabaya berhasrat membeli tanah pekuburan tersebut untuk dibanguni gedung yang difungsikan sebagai gudang motor dan suku cadang. Namun, masyarakat sekitar kompleks pemakaman menolak niat itu dengan menyebar berbagai gosip mistik. Di antaranya informasi bahwa mereka sering melihat sesosok arwah menyembul dari pekuburannya di malam-malam tertentu. Arwah itu berjalan melayang, dan kemudian berdiri di bawah pohon sawo di pintulingkung kecilpekuburan itu. Ia menteng kelek seperti berjaga-jaga agar makam tidak diganggu orang. Entah benar atau tidak, arwah tersebut adalah wanita berkebaya yang menyerupai Tini. Seorang tua di desa itu merasa pernah melihatnya dengan jelas. Dan, ia percaya betul dengan matanya. Apalagi ia mengaku kenal dengan Tini, wanita yang seumur-umur berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

20 Juli 2003 at 12:21

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Sisa Badai di Sepasang Mata

with 12 comments

Setiap kali aku menatap matanya, aku merasa melihat tanah-tanah kuburan tua, seperti melihat ladang-ladang yang terbakar dalam senja, mengingatkanku pada pantai murung dengan onggokan kapal rusak dan lelah. Ada badai yang selesai bertiup di matanya, dan kemudian diam selamanya. Puing-puing dan segala yang berserpih adalah matanya yang sekarang, mata seusai badai menerpa. Dan ternyata tidak sederhana bagiku, setiap kali aku sendiri di malam hari, aku merasa sepasang matanya menyergap dan menikamku dari balik gelap sana. Aku seperti dihisap dan digulung ke dalam badai yang telah selesai bertiup di matanya.

Aku tidak ingin tahu namanya. Aku tidak ingin tahu cerita tentangnya. Aku sungguh tidak ingin menambah teror yang sudah merayap di tengkukku hanya lantaran sepasang matanya. Orang-orang di kampung ini pun sepertinya tidak memasukkan orang pemilik sepasang mata yang misterius itu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tidak ada yang bercerita tentangnya. Ia tidak ada pada setiap hajatan dan upacara kematian. Ia tidak ada di warung kopi dan pos ronda. Ia mungkin juga tidak tercatat sebagai warga kampung ini, tidak direcoki oleh kewajiban membayar berbagai pajak-sekalipun ia tinggal di sebuah rumah dan punya dua ekor sapi-dan aku sangat yakin dia tidak pernah ikut pemilu.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

13 Juli 2003 at 12:22

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with

Seorang Perempuan Amerika di Baghdad

with 4 comments

Pertama kali aku bertemu Nancy Goodhead adalah ketika pesawat Iraqi Airways, maskapai penerbangan Irak, yang kami tumpangi baru saja mau meninggalkan bandar udara Alia di Amman, Yordania. Waktu itu Desember 1990, beberapa bulan sesudah tentara Irak menyerbu Kuwait, dan kemudian pasukan multinasional yang dipimpin Amerika Serikat sudah mencanangkan serangan ke Irak.

Ribuan orang, termasuk para diplomat dan pekerja asing, meninggalkan Irak untuk menghindari perang. Namun, di bawah bayang-bayang serangan Amerika dan sekutunya, sejumlah orang justru mau masuk ke Irak. Salah satunya adalah aku, sebagai anggota organisasi perdamaian, yang berkepentingan untuk mencegah perang. Mereka yang memilih masuk ke Irak, umumnya hanyalah warga Irak sendiri, petugas PBB, jurnalis, atau aktivis perdamaian dan kemanusiaan.

Baca entri selengkapnya »

Written by tukang kliping

6 Juli 2003 at 12:26

Ditulis dalam Cerpen

Tagged with